Reflkesi Struggle in Learning (Tantangan dalam Belajar) RANGKING BUKAN SEGALANYA
Rangking
Tidak Menjamin Kebahagiaan
by: Siti Musthoriyah
by: Siti Musthoriyah
Peringkat
atau Rangking adalah kata yang selalu membuat saya deg-deg-an ketika pembagian
rapot. Semenjak saya belajar di SD, kata “Peringkat” selalu berhasil membuat
saya was-was. Orang tua saya melihat keberhasilan anak dalam belajar
berdasarkan dari peringkat yang didapat.
Tidak hanya orang tua saya, bahkan di keluarga besar yang ditanyakan
ketika pembagian rapot adalah “Dapat peringkat berapa?”.
Bermula
dari situlah saya menjadi tipe pembelajar yang mempunyai cita-cita menjadi
peringkat 1. Ketika di SD dan SMP saya mendapat peringkat 2 besar.
Setelah
lulus SMP, saya masuk di salah satu sekolah favorit di Boyolali. Dari kelas
10-12 saya mendapat peringkat 3 besar dan masuk 5 besar peringkat pararel.
Ketika saya mendapat peringkat yang bagus, ayah saya tidak pernah memuji saya.
Tapi, ayah selalu menuruti apa yang saya minta. Maka dari itu saya selalu
semangat belajar supaya mendapat peringkat yang bagus, sehingga saya bisa
mendapatkan apa yang saya inginkan. Saya sulit dalam pelajaran Matematika. Saya
susah berhitung, tetapi saya cepat dalam menghafal. Jadi, saya memilih untuk
masuk jurusan IPS ketika SMA. Saya bahagia ketika mendapat hadiah dari ayah
saya. Tetapi selama proses belajar untuk mendapatkan peringkat tersebut, saya
merasa tertekan. Saya harus menguras tenaga untuk belajar, sehingga saya tidak
mempedulikan tubuh saya. Saya belajar dalam tekanan bahwa saya harus
mendapatkan peringkat bagus.
Ketika
saya kelas 12 dan sudah mendekati UN. Sekolah selalu mengadakan Try Out. Try
Out tingkat nasional, kabupaten dan sekolah. Dari semua Try Out tersebut saya
selalu mendapat peringkat 10 besar di nomor 6. Saya sadar bahwa saya sulit
dalam MTK, sehingga setiap hari saya habiskan waktu untuk belajar MTK. Setelah
pulang les dari sekolah, saya melanjutkan les di tempat guru saya sampai malam.
Saya tidak terlalu memikirkan pelajaran yang lain dan hanya fokus pada MTK.
Karena saya ingin MTK saya bagus. Selesai UN dan saatnya pengumuman kelulusan.
Saya optimis kalau saya akan masuk 10 besar lagi karena selama Try Out saya
selalu mendapatkannya. Tetapi kenyataan sangat berbeda dengan ekspektasi saya.
Setelah disebutkan 9 orang yang diminta untuk maju ke panggung, dan nama
terakhir yang disebut ternyata bukanlah saya. Saya sama sekali tidak menyangka
dan saya sangat sedih. Saya menangis dan takut melihat wajah ayah. Ketika ayah
saya mendekat, saya sangat takut ayah akan marah. Anehnya ayah malah tersenyum.
Beliau merasa senang dan bangga karena saya mendapat nilai bagus di pelajaran MTK.
Bahkan paling bagus diantara pelajaran yang lainnya.
Saat
itu, saya sangat kecewa. Selama ini saya belajar keras hanya ingin mendapatkan
peringkat yang bagus. Ketika keinginan tidak terpenuhi rasanya sedih sekali.
Kecewa hingga hati menjadi tertekan sampai saya jatuh sakit. Ketika kakak saya
tahu penyebab saya sakit, beliau langsung menasehati dan memberi pengertian
kepada saya. Sebenarnya orang tua saya tidak menuntut saya mendapatkan
peringkat yang bagus. Mereka hanya ingin memotivasi saya supaya rajin dalam
belajar. Mereka memang tidak pernah memuji, tetapi mereka selalu memberi reward
kepada saya untuk mengapresiasi kesungguhan dalam belajar. Semenjak saat itu
saya mulai mengubah mindset saya. Di Perguruan Tinggi saya belajar dengan
santai tapi juga tetap serius. Saya tidak lagi merasa tertekan saat belajar.
Saya menikmati setiap proses pembelajaran dan mengerjakan tugas-tugas. Di hasil
akhir Alhamdulilah saya lulus dengan predikat cumlaude.kurang
dari 4 tahun. Meskipun bukan yang
terbaik, tetapi saya bersyukur karena bisa memenuhi keinginan orang tua lulus
dengan predikat cumlaude. Saya bahagia ketika melihat orang tua tersenyum kepada saya. Terimakasih
Comments
Post a Comment