Me and My Glorious Dreams
Me and My Glorious Dreams
By:
Siti Musthoriyah
“If you want to be a champion, you must play seriously” – Unknown
Ketika
saya ingin menjadi lebih baik dan mendapatkan apa yang saya harapkan, saya
harus sungguh-sungguh dalam menjalankan semuanya.
It’s Me
Siti Musthoriyah adalah nama lengkap
saya. Nama pemberian dari kakek saya. Saya biasanya dipanggil Ria. Saya anak
ketiga dari lima bersaudara. Pendidikan saya dimulai di TK Islamiyah. Di TK
tersebut saya mulai mengawali langkah mengikuti lomba untuk mewakili sekolah.
Saya melanjutkan pendidikan di MI Islamiyah Karang Pakel. Saat itu, saya mulai berusaha untuk membanggakan
orang tua saya. Sering kali saya mengikuti lomba-lomba, tapi sering kali juga
saya gagal. Hingga pada tahun 2006 saya berhasil membuat orang tua saya bangga
dengan mengikuti lomba pidato Bahasa Arab sampai tingkat Provinsi. Saya tidak
pernah mendengar orang tua memuji saya, tapi saya bisa melihat dari raut wajah
mereka. Senyum dan tatapan mata yang membuat saya teduh dan ingin memeluk mereka.
Saya manja tapi juga pekerja keras.
Apa yang saya inginkan harus saya dapatkan. Orang tua saya tidak selalu
memfasilitasi apa yang saya inginkan. Jadi, saya harus bekerja keras untuk
mendapatkannya. Saya adalah orang yang mudah tersinggung. Saya tidak bisa cuek,
sebaliknya saya selalu memikirkan perkataan orang lain mengenai
saya. Saya cukup pintar menyembunyikan kesedihan yang sedang saya rasakan.
Banyak orang menilai saya sebagai orang yang ceria dan penuh kebahagiaan. Masalah
yang sering saya hadapi adalah kurangnya rasa percaya diri. Melihat teman-teman
yang cerdas dan percaya diri membuat saya ingin menjadi seperti mereka. Tetapi
rasa minder selalu ada dipikiran sehingga saya memilih untuk diam. Saya selalu
merasa masih bodoh jika dibandingkan dengan yang lain. Orang lain yang lebih
pintar dari saya adalah motivator dan inspirasi saya setelah keluarga. Saya
ingin seperti mereka. Itulah yang membuat saya bersemangat untuk terus belajar.
Pujaan Hatiku
“Cinta yang tidak menuntut balasan
adalah cinta orang tua kepada anak-anak mereka”
Menjadi
Guru?? Impian itu muncul ketika saya duduk di bangku SD, tepatnya kelas 5. Setiap ditanya oleh bu guru “Apa cita-cita
mu?” Saya menjawabnya ”cita-cita saya ingin menjadi guru”. Saat itu, saya belum
mengerti tanggung jawab seorang guru.
Saya sering menjadi sekretaris kelas sehingga, ketika ada guru yang
tidak bisa hadir, saya diminta untuk menuliskan materi di papan tulis.
Kesempatan itu saya gunakan untuk bergaya layaknya seorang guru. Karena saya
sedikit lebay, jadi saya seperti tidak malu untuk ber-acting menjadi
seorang guru.
Salah
satu syarat yang harus dipenuhi setelah lulus SMA adalah menempuh Pendidikan
Tinggi (S1). Sampai saat ini, saya masih belum percaya kalau saya sudah
mendapat gelar S.Pd. Perjuangan orang tua membiayai kuliah sampai saya lulus
benar-benar luar biasa. Awalnya ibu saya ragu apakah bisa membiayai kuliah saya
selama 4 tahun, karena saat itu orang tua hanya membiayai kuliah kedua kakak
saya di Pendidikan Tinggi Diploma (D1). However, you did it mom! You did it!
Muaahh.
Orang
tua saya bukanlah seorang guru. Tetapi, mereka selalu mendukung cita-cita
anaknya. Apalagi bapak sangat ingin anaknya menjadi seorang guru. Ketika saya
menceritakan keinginan untuk kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris,
beliau sangat mendukungnya. Setelah mengikuti berbagai macam tes seleksi, alhamdulillah
Allah memberi saya kesempatan untuk menuntut ilmu di Institut Agama Islam
Negeri Surakarta. Selama pendidikan, saya tinggal di PonPes. Awalnya memang
paksaan dari bapak untuk tinggal di PonPes supaya ada yang mengawasi dan tidak
terlalu bebas. Dari terpaksa menjadi biasa dan akhirnya terbiasa. Saya terbiasa
bangun pagi, berbagi tempat tidur, makanan, dan pakaian (hehe) dengan
teman-teman di PonPes.
Setelah
lulus, saya mulai bekerja di bimbel. Saya mengajar Bahasa Inggris tingkat
SD-SMA. Saya merasakan kebahagiaan ketika berbagi ilmu, melihat perubahan raut
wajah murid dari yang tidak mengerti sebelumnya, menjadi raut wajah bahagia “Ahaaa!
Saya sudah mengerti miss”. Mereka menghormati saya, ketika ada yang tidak sopan
dengan saya, ada yang menegur “Eh, yang sopan sama miss Ria!”, memberi hadiah,
memercayai saya untuk menjadi teman curhat, bahkan senyum mereka membuat hati
saya bahagia. Saya merasa bangga kepada diri saya karena bisa bermanfaat untuk
orang lain.
6
bulan saya mengajar tiba-tiba muncul rasa bosan. Saya berhadapan dengan
berbagai macam karakter murid. Terkadang ada hal yang tidak bisa saya toleransi
sehingga saya merasa sakit hati. Di samping itu, saya juga memikirkan mengenai
gaji yang saya dapatkan. Dari gaji tersebut saya merasa kurang membanggakan
orang tua, karena belum bisa memberi apa-apa untuk mereka seperti yang sudah
kakak-kakak saya lakukan. Ketika saya bercerita kepada bapak bahwa saya sudah tidak
ingin menjadi guru dan ingin bekerja di perusahaan, bapak menolak dengan tegas.
Beliau tidak mengizinkan. Bapak terus memberikan masukan, nasehat, dan pengertian
supaya saya tetap melanjutkan menjadi guru. Beliau selalu bilang “Ketika kamu
menjadi guru, tidak hanya uang yang didapatkan, tapi kamu juga bisa mendapatkan
pahala untuk tabungan di akhirat nanti”.
Pada
waktu saya mendapatkan info bahwa ada pendaftaran PPG yang dibiayai pemerintah, bapak langsung menyarankan saya
untuk mendaftar. Setelah melalui 3 tahap uji seleksi, alhamdulillah
Allah kembali memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti PPG Prajabatan
Bersubsidi dengan biaya pendidikannya di tanggung oleh pemerintah. Berat
rasanya untuk melanjutkan. Tetapi, ketika saya memberitahukan hasil pengumuman,
tanpa ragu Bapak bilang “Lanjutkan!” dan ibu bilang “Iya selama bapak bilang
sanggup, ya dilanjutkan, ibu juga bantu beri uang saku”. Saya kaget ketika
mereka mengizinkan untuk lanjut, padahal adik saya yang baru lulus SMK juga
sedang mendaftar di Perguruan Tinggi. Biaya yang dikeluarkan pasti banyak,
bagaimana jika nanti saya hanya menjadi beban?
Ketika orang tua begitu semangat mendukung saya untuk
menjadi seorang guru, kenapa saya malah putus semangat? Kenapa saya menyerah?
Padahal mereka tidak pernah menyerah untuk bekerja keras demi mendukungku
meraih cita-cita. PPG juga menyadarkan saya bagaimana menjadi guru professional
dan bertanggung jawab, karena guru mempunyai peran penting dalam membentuk
generasi cerdas tahun 2045. Seperti kata dosen saya Mr. Markus bahwa setiap
orang mempunyai perjuangan masing-masing. Jadi, apalagi yang harus saya lakukan
selain belajar, belajar dan terus belajar? Semua demi pujaan hatiku (Bapak dan
Ibu). Love you so much :-*.
Love
What You Do and Do What You Love
Peringkat
atau Rangking adalah kata yang selalu membuat saya deg-degan ketika pembagian
rapot. Semenjak saya belajar di SD, kata “Peringkat” selalu berhasil membuat
saya was-was. Orang tua saya melihat keberhasilan anak dalam belajar
berdasarkan dari peringkat yang didapat.
Tidak hanya orang tua saya, bahkan di keluarga besar yang ditanyakan
ketika pembagian rapot adalah “Dapat peringkat berapa?”
Bermula
dari situlah saya menjadi tipe pelajar yang mempunyai cita-cita menjadi
peringkat 1. Ketika saya mendapat peringkat yang bagus, ayah saya tidak pernah
memuji saya. Tapi, ayah selalu menuruti apa yang saya minta. Maka dari itu saya
selalu semangat belajar supaya mendapat peringkat yang bagus, sehingga saya
bisa mendapatkan apa yang saya inginkan. Saya mengalami kesulitan dalam
pelajaran Matematika. Saya kesulitan dalam berhitung, tetapi saya cepat dalam
menghafal. Jadi, saya memilih untuk masuk jurusan IPS ketika SMA. Saya bahagia
ketika mendapat hadiah dari ayah saya. Tetapi, selama proses belajar untuk
mendapatkan peringkat tersebut, saya merasa tertekan. Saya harus menguras
tenaga untuk belajar, sehingga saya tidak memedulikan kesehatan saya. Saya
belajar di bawah tekanan bahwa saya harus mendapatkan peringkat bagus.
Ketika
saya kelas 12 dan sudah mendekati UN. Sekolah selalu mengadakan try out.
Mulai dari tingkat nasional, kabupaten hingga tingkat sekolah. Dari semua try
out tersebut saya selalu mendapat peringkat 10 besar di nomor 6. Saya sadar
bahwa saya itu sulit dalam menguasai pelajaran
MTK, sehingga setiap hari saya habiskan waktu untuk belajar MTK. Setelah pulang
les dari sekolah saya melanjutkan les di tempat guru saya sampai malam. Saya
tidak terlalu memikirkan pelajaran yang lain dan hanya fokus pada MTK. Karena
saya ingin MTK saya bagus. Selesai UN dan saatnya pengumuman kelulusan. Saya
optimis kalau saya akan masuk 10 besar lagi karena selama try out saya
selalu mendapatkannya. Tetapi kenyataan sangat berbeda dengan harapan saya.
Setelah disebutkan 9 orang yang diminta untuk maju ke panggung, dan nama
terakhir yang disebut ternyata bukanlah saya. Saya sama sekali tidak menyangka
saya tidak masuk dalam 10 besar. Huhuhu
Saat
itu, saya sangat kecewa. Selama ini saya belajar keras hanya ingin mendapatkan
peringkat yang bagus. Ketika keinginan tidak terpenuhi rasanya sedih sekali.
Kecewa hingga hati menjadi tertekan sampai saya jatuh sakit. Ketika kakak saya
tahu, beliau langsung menasihati dan memberi pengertian kepada saya. Sebenarnya
orang tua saya tidak menuntut saya mendapatkan peringkat yang bagus. Mereka
hanya ingin memotivasi saya supaya rajin belajar. Mereka memang tidak pernah
memuji, tetapi mereka selalu memberi reward kepada saya untuk
mengapresiasi kesungguhan saya dalam belajar. Semenjak saat itu saya mulai
mengubah mindset/pemikiran saya. Di Perguruan Tinggi, saya belajar dengan
santai tapi juga tetap serius. Saya tidak lagi merasa tertekan saat belajar.
Saya menikmati setiap proses pembelajaran dan mengerjakan tugas-tugas. Di hasil
akhir, alhamdulilah saya lulus dengan predikat cumlaude, kurang
dari 4 tahun. Meskipun bukan yang
terbaik, tetapi saya bersyukur karena bisa memenuhi keinginan orang tua yaitu
lulus dengan predikat cumlaude.
My
Extraordinary Dream
Sebagai
seorang guru, saya harus pintar dalam bidang akademik, karena bagaimanapun juga
guru mempunyai kewajiban untuk mengajarkan berbagai ilmu kepada siswa. Saya
ingin mengajari murid-murid yang belum paham hingga mereka memahami suatu
materi pelajaran. Maka dari itu salah satu keinginan saya adalah menjadi guru
yang pintar. Selain itu saya ingin menjadi guru yang kreatif, inspiratif,
dipercaya dan disukai murid serta bisa merangkul semua murid.
Guru
cerdas adalah seorang guru yang dapat menjelaskan suatu materi dengan baik kepada
murid. Sebagai guru Bahasa Inggris, saya sangat ingin menjadi guru yang pintar.
Saya ingin bisa lancar dalam berbicara Bahasa Inggris dengan menggunakan grammar
dan usage/penggunaan yang
tepat. Saya menyadari bahwa saya masih jauh dari kata cerdas dalam Bahasa
Inggris. Masih banyak kesalahan-kesalahan yang saya lakukan ketika berbicara
Bahasa Inggris. Kenapa saya ingin lancar dalam berbicara Bahasa Inggris?
Karena, sebagai guru Bahasa Inggris saya ingin menjadi role model untuk
murid-murid saya. Saya ingin menjadi guru yang aktif dalam berbicara Bahasa
Inggris, sehingga saya bisa memotivasi murid-murid saya untuk berbicara Bahasa
Inggris juga. Selama saya belajar di SMP dan SMA, guru Bahasa Inggris saya lebih
banyak menggunakan Bahasa Indonesia dalam mengajar, sehingga saya merasa kurang
termotivasi dalam berbicara Bahasa Inggris karena tidak ada panutan. Untuk
mewujudkan keinginan tersebut saya harus melawan rasa bosan dan malas untuk
belajar. Saya harus belajar keras dan banyak berlatih untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris
saya.
Untuk
menarik perhatian murid-murid, seorang guru harus menerapkan pembelajaran yang
kreatif. Jika seorang guru menerapkan pembelajaran yang bisa dibilang biasa
saja, murid-murid akan cepat bosan dan mengantuk, sehingga konsentrasi mereka
berkurang. Hal itu akan mengakibatkan kesulitan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Saya ingin mencoba banyak hal, banyak cara dan metode-metode yang
kreatif dalam pembelajaran, sehingga murid-murid saya nanti akan lebih semangat
dalam belajar, apalagi sekarang ini dalam pembelajaran harus menerapkan student
centered. Berdasarkan pengalaman saya ketika menjadi seorang murid, saya
sangat senang dan semangat ketika guru saya mengajar dengan kreatif, beliau
menerapkan pembelajaran sambil bermain. Saya merasa tidak cepat bosan. Maka
dari itu, saya harus banyak-banyak membaca dan melihat contoh-contoh
pembelajaran kreatif dan menarik sesuai dengan perkembangan zaman supaya
murid-murid saya menjadi aktif dan tertarik untuk belajar Bahasa Inggris.
Saya
terinspirasi dari salah satu guru saya di SMA, beliau selalu ramah dengan semua
murid. Ketika bertemu dengan murid, beliau selalu memberikan senyuman. Seperti
beliau yang menjadi inspirasi bagi saya, saya juga ingin menjadi seorang guru
yang bisa menjadi inspirasi untuk murid-murid saya nanti. Tidak hanya menjadi
guru yang pintar, tetapi juga seorang guru yang bisa dipercaya dan disukai
dengan cara merangkul semua murid tanpa pilih kasih. Memberikan contoh yang
baik dan selalu bersemangat dalam kondisi apapun. Tidak mudah marah dan bisa
menciptakan kenyamanan kepada murid-murid sehingga mereka bisa lebih terbuka
untuk menceritakan masalah-masalah yang memengaruhi mereka dalam belajar, seperti
ketika saya merasa percaya dan nyaman dengan salah satu satu guru saat SMP.
Saya menceritakan masalah yang sedang saya hadapi. Beliau bisa mengerti dan
memberikan saran serta solusi untuk saya. Saat itu saya sangat senang ada
seorang guru yang mau meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita tentang
masalah yang sedang saya hadapi. Maka dari itu saya harus mewujudkan keinginan
menjadi guru yang menginspirasi, disukai, dan dipercaya murid dengan cara
merangkul semua murid.
Untuk
memenuhi semua keinginan tersebut, tentunya akan ada beberapa kesulitan yang nantinya
akan saya hadapi. Kesulitan yang bisa berasal dari diri saya sendiri dan
mungkin juga dari murid-murid saya nanti. Semenjak SMP saya tidak suka dengan salah
satu mata pelajaran. Kenapa???? Salah satu faktor penyebabnya adalah bermula
dari guru saya. Ketika beliau membagikan handout, kita harus membayarnya
dengan cepat. Karena ketika beliau meminta kami untuk menghafalkan materi dan
meyampaikannya di depan kelas, bagi murid yang sudah membayar akan mendapatkan
nilai yang bagus, sedangkan bagi murid yang belum membayar akan mendapatkan
nilai yang tidak bagus. Ini nyata!!!! Dan saya tidak ingin menjadi guru seperti
itu yang memberikan nilai kepada siswa tidak sesuai dengan kemampuannya. Saya
bisa merasakan bagaimana perasaan teman saya ketika dia harus mendapat nilai jelek
hanya karena belum membayar handout (LKS). Padahal dia sangat lancar
dalam menyampaikan materi yang sudah dia hafalkan.
Selain
itu hal yang paling saya takuti adalah menjadi guru yang tidak adil, guru yang
tidak bisa merangkul semua murid, guru yang hanya fokus dengan murid yang
pintar saja, guru yang memilih-milih murid, guru yang tidak mau mengetahui
latar belakang siswa. Kenapa hal itu sangat saya takuti?? Selama PPG, saya
banyak menyadari bagaimana menjadi guru yang sebenarnya. Sebelum PPG saya
pernah mengajar di bimbel. Di suatu kelas ada murid kelas 4 SD yang berbeda
dengan murid yang lainnya. Dia tidak pernah bisa konsentrasi dalam belajar. Dia
hanya datang ke kelas dan menunggu pulang. Dia tidak pernah menghiraukan apa
yang sedang guru sampaikan. Tidak pernah mau menulis dan membaca. Pada awalnya
saya mendekati dia. Saya menemani dia supaya dia mau menulis. Saya juga
membimbing dia untuk membaca. Di setiap pertemuan, ketika saya mendekatinya dia
mau menulis dan membaca. Tapi, sudah berjalan beberapa minggu, ketika saya
tidak memerhatikannya karena saya fokus dengan murid lain yang memerhatikan
saya. Dia tidak ingin mendengarkan dan menulis lagi, dia hanya sibuk bermain
sendiri. Saya sempat marah terhadapnya karena saya ingin dia berubah.
Saya
akan memberikan apresiasi kepada murid yang pandai, tapi saya juga ingin
memotivasi murid saya yang kurang fokus dalam belajar. Saya harus lebih
memahaminya, mencari tahu apa penyebab yang memengaruhinya sehingga dia kurang
semangat untuk belajar. Saya tidak boleh langsung menilai bahwa anak itu nakal,
pemalas, dan tidak pernah belajar. Saya tidak boleh lagi berbuat seperti itu.
Sedih ketika mengingat apa yang sudah
pernah saya lakukan kepada anak tersebut. Selain dari segi akademik, saya takut
memilih-milih murid dari segi ekonomi. Di setiap kelas pasti ada murid dengan
penampilan yang rapi dan bersih. Tetapi ada juga murid yang berpenampilan tidak
rapi dan tidak bersih. Mungkin saya akan melihat mereka dari segi penampilannya
saja. Tetapi saya berharap saya tidak akan menjadi guru yang seperti itu. Saya
harus belajar menerima setiap kondisi dan keadaan murid saya nanti. Saya harus
mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada murid saya sehingga saya bisa
membantu mereka dalam mencari solusi dan meningkatkan konsentrasi mereka dalam
belajar.
Semoga
apa yang saya harapkan untuk menjadi guru yang saya idamkan bisa terwujud. Dan
semoga saya bisa menjauhi kriteria-kriteria guru yang saya takuti dan tidak
saya harapkan, dengan cara mempelajari kembali
tugas seorang guru sesungguhnya. Mudah-mudahan Tuhan selalu memberikan petunjuk
kepada saya. Aamiin.
Comments
Post a Comment